Redupnya Semangat "Justice Collaborator"

Written By Smart Solusion on Sunday, February 10, 2013 | 7:17 PM


AMIR SODIKIN


"Kalian nanti tunggu saja di sidang-sidang saya. Saya akan ungkap semuanya siapa yang terlibat. Ini kasus besar kalau diungkap. Akan saya beberkan nama-nama besar yang terlibat. Saya sudah siap segalanya termasuk nyawa saya,” kata Kosasih Abbas kepada wartawan sekitar akhir 2012.


Kosasih adalah mantan Kepala Subdirektorat Usaha Energi Baru dan Terbarukan Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ia bersama atasannya, mantan Dirjen LPE Jacob Purwono, didakwa korupsi pengadaan dan pemasangan listrik pedesaan atau solar home system 2007-2008 yang dibiayai Kementerian ESDM.


Media sempat meremehkan koar-koar Kosasih karena kasus ini tak menyangkut orang penting. Saat pemeriksaan saksi-saksi, Kosasih selalu mencoba menjelaskan lebih gamblang, termasuk mau menyebutkan siapa-siapa yang terlibat. Namun, kesempatan itu selalu dipotong majelis hakim karena memang belum pada tempatnya. ”Nanti kalau pas pemeriksaan terdakwa, silakan manfaatkan sepuasnya,” kata Ketua Majelis Hakim Sudjatmiko.


Berbulan-bulan telah lewat, sampailah pada pemeriksaan terdakwa dan di situlah akhirnya Kosasih menyebutkan beberapa nama penting yang menitipkan perusahaannya agar dimenangkan dalam tender. Orang-orang besar, mulai dari jenderal polisi, aparat Badan Intelijen Negara, anggota DPR, dan keluarga pejabat (menteri) ia sebut. Padahal, ia tahu risiko bagi dirinya dan keluarganya sangat tinggi.


Rabu (6/2) adalah hari terakhir baginya di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia menghitung detik demi detik yang sangat bersejarah karena hari itu majelis hakim akan memvonis dirinya bersama atasannya, Jacob.


Semangatnya masih ada, tetapi tampak tertutupi kegelisahannya. Saat pledoi sepekan sebelumnya, ia ”diserang” kubu Jacob. Ia dianggap tak layak menyandang predikat justice collaborator karena dianggap pelaku utamanya adalah Kosasih, bukan Jacob. Juga seharusnya penetapan justice collaborator harus dari awal kasus, bukan saat kasus berjalan di pengadilan.


Kosasih ditetapkan sebagai justice collaborator oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan juga Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Karena itu, publik berharap, hari itu akan ada yurisprudensi tentang bagaimana vonis seorang pelaku yang mau bekerja sama.


Sidang akhirnya dimulai setelah molor lima jam lebih. Sudjatmiko mulai membacakan putusan. Di luar dugaan banyak pihak, majelis hakim menyatakan mereka tak terbukti melanggar dakwaan primer (Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor), melainkan melanggar dakwaan subsider (Pasal 3 UU Tipikor).


Di belakang barisan pengunjung, wartawan sibuk melihat pasal-pasal itu. Tersua fakta menarik, yaitu pada ketentuan Pasal 3, hukuman maksimal adalah 20 tahun sedangkan minimalnya 1 tahun. Untuk Pasal 2, maksimal 20 tahun dan minimal 4 tahun.


Hakim pun sampai pada vonis. Dan, di luar dugaan, hukuman Kosasih tetap 4 tahun, seperti tuntutan jaksa KPK. Sementara Jacob hukumannya turun dari 12 tahun menjadi 9 tahun. Dari 1.200 halaman putusan hakim, tak ada satu kata pun terkait justice collaborator.


Semangat pupus


Malam itu, suasana seusai sidang hening. Tak ada suara derai tangis dari keluarga para terdakwa. Wartawan juga tenang seolah kehilangan judul berita mereka. Ketika majelis hakim menanyakan tanggapan para terdakwa, lama sekali para terdakwa berkonsultasi dengan penasihat hukumnya hingga diperingatkan hakim untuk segera. ”Kami pikir-pikir,” begitu kata Jacob dan Kosasih.


Sidang pun ditutup. Beberapa wartawan mendekati Kosasih untuk menanyakan tanggapannya. Lama sekali Kosasih keluar dari area dalam sidang. Ia keluar tanpa ada semangat seperti biasanya. Kekecewaannya tak bisa ia tutupi. ”Ketika hakim lebih memilih Pasal 3, dalam hati saya gembira. Pasti hakim akan mempertimbangkan posisi saya sebagai justice collaborator. Ternyata tak ada apresiasi untuk justice collaborator,” katanya.


”Coba bayangkan, terdakwa 1 (Jacob) yang tidak kooperatif vonisnya malah turun. Saya malah tetep. Dia turunnya tiga tahun, saya tetep saja segitu. Okelah kalau pakai Pasal 2 kan minimumnya 4 tahun, tapi kalau yang dipakai Pasal 3 kan minimumnya 1 tahun. Harusnya hukuman saya bisa turun minimal dua pertiga dari tuntutan 4 tahun,” kata Kosasih.


Sampai di situ, Kosasih yang tampak lelah tak mau dimintai komentar lagi apakah akan banding atau tidak. Semangatnya dulu yang berapi-api ketika diajak bicara sudah tak tampak lagi. ”Tanyakan saja ke penasihat hukum saya,” katanya.


Penasihat hukum Kosasih, Hudy Jusuf, juga kecewa. ”Sangat kami sayangkan, kok yang mau berkolaborasi dengan penegak hukum sama sekali tak diapresiasi,” kata Hudy. Sebelumnya, kubu Jacob protes penetapan Kosasih sebagai justice collaborator karena penetapan itu tidak dilakukan sejak awal, tetapi ketika yang bersangkutan sudah menjadi terdakwa.


Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Oce Madril, menjelaskan, menjadi justice collaborator tak harus dari awal. Bisa saja ia ditetapkan saat di penyidikan, saat masuk persidangan, saat menjelang tuntutan, bahkan ada juga yang sudah dihukum baru mau menjadi justice collaborator.


”Ini pelajaran yang sangat berharga bagi dunia peradilan kita. Ini bukan masalah justice collaborator-nya, tapi karena hakim belum memiliki perspektif soal justice collaborator,” kata Hudy.







Editor :


Inggried Dwi Wedhaswary









Anda sedang membaca artikel tentang

Redupnya Semangat "Justice Collaborator"

Dengan url

http://software-solutionsmart.blogspot.com/2013/02/redupnya-semangat-collaborator.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Redupnya Semangat "Justice Collaborator"

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Redupnya Semangat "Justice Collaborator"

sebagai sumbernya

0 komentar:

Post a Comment

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger