Ciutkan Nyali Bangsa, Bangun Kartel Bersenjata

Written By Smart Solusion on Thursday, April 4, 2013 | 8:17 PM


KOMPAS.com - "Misi Anda, kalau Anda bersedia melaksanakannya, melakukan penetrasi ke sel tahanan menembus Lembaga Pemasyarakatan Cebongan yang dijaga minimum dan habiskan empat orang di dalamnya yang dipindahkan hari ini. Laporan intelijen, tidak ada hambatan apa pun di LP. Misi harus dilakukan maksimum 15 menit. Untuk menghemat waktu, kami telah memilih tim bersenjata lengkap. Seperti biasa, jika Anda atau anggota tim tertangkap atau terbunuh, komandan akan mengingkari berbagai informasi dan pengetahuannya tentang aksi Anda….”




Tidak ada satu pun jenderal yang menulis buku biografi membahas soal petrus. Sebuah kejahatan negara atas bangsanya bisa lenyap dan tidak berbekas karena tidak ada yang mencoba menjelaskan apa yang terjadi, apalagi berani mempertanggungjawabkannya.




Ini mungkin skenario baru bagi film layar lebar Mission Impossible bagi operator agen rahasia Ethan Hunt yang diperankan Tom Cruise. Bedanya, kalau skenario LP Cebongan ditayangkan dalam layar lebar, penonton akan bingung karena terlalu banyak komentar, bantahan, skenario, aktor, surat kabar dan majalah, sutradara, dan sebagainya.


Dalam skenario LP Cebongan, misinya satu: membantai 4 tahanan untuk eksekusi tembak jarak dekat menggunakan peluru kaliber 7,62 mm. Anehnya, dari berbagai kebingungan atas serangan maut berdarah ke ranah hukum negara, tidak ada komentar yang menyebutkan adanya perang antarcenteng berebut lahan narkoba atau aktivitas kriminal haram lain.


Kita ingin mengingatkan, ketika kita menjadi bingung karena banyak komentar dan bantahan, tidak ada arahan jelas tentang upaya bersama menegakkan hukum di Indonesia. Upaya hukum kepolisian melalui penyidikan, rekonstruksi kejadian, uji coba balistik, visum, dan sebagainya ternyata tidak didukung penuh. Ada kecenderungan, mulai dari anggota Parlemen sampai aktivis kemanusiaan, melebarkan persoalan dan melecehkan upaya yang sedang dilakukan kepolisian mengusut pembantaian LP Cebongan.


Komandan tahu


Anehnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono malah memberikan dukungan atas dua tim investigasi Polri dan TNI AD untuk mengurai pembantaian LP Cebongan dan dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Kita harus sekali lagi menekankan, yang kita perlukan di alam demokrasi ini adalah penegakan hukum, bukan dukung sana dukung sini.


Bagi rakyat, yang diperlukan adalah bukti hukum ditegakkan, bukan restu atas berbagai tim investigasi dan mempertanggungjawabkan kepada rakyat.  Pertanggungjawaban dilakukan pemerintah di Parlemen atau pada pemilu nanti. Itu adalah esensi penting demokrasi.


Kita mengerti pernyataan KSAD Jenderal Pramono Edhie Wibowo tentang penegakan hukum. Namun, kita tidak mengerti tentang tim investigasi internal yang dibentuk ketika Polri belum selesai melakukan tugasnya menegakkan hukum. Ketidakmengertian kita sama dengan pernyataan ”adanya indikasi keterlibatan oknum TNI AD”. Kenapa tidak langsung mengatakan ”adanya indikasi keterlibatan anggota TNI AD”? Di mana bedanya? Mereka yang berjuang menegakkan hukum pasti bisa membedakan mana ”oknum” dan mana ”anggota.”


Kita khawatir, ini akan menjadi tanda kebangkitan oligarki militer, seolah-olah keterlibatan anggota militer dalam pembunuhan di LP Cebongan harus diinvestigasi pihak militer juga. Bukannya militer memiliki perangkat intelijen yang jeli dan bisa diandalkan untuk mengetahui seluk-beluk kawan dan lawan? Atau memang aparat intelijen militer sudah tidak berfungsi sampai mata rantai komando paling bawah?


Semua matra TNI menjelang dan sesudah pembantaian LP Cebongan dalam posisi siaga 1 karena ada ancaman menurunkan Presiden Yudhoyono dari posisinya. Situasi siaga mengharuskan semua komandan di mana pun, melakukan apel berkala menjaga kesiapan personel, menghitung persenjataan, dan berbagai prosedur tetap militer. Tak ada aktivitas di markas yang tidak diketahui komandan.


Oligarki bersenjata


Pembantaian jadi bagian dari strategi budaya Indonesia sejak merdeka sampai Reformasi. Terlalu banyak darah mengalir yang menghina hak asasi manusia. Lihat saja Gerakan 30 September atau ”petrus” (penembakan misterius), yang sampai sekarang gelap gulita jumlahnya, orangnya, dan pelakunya.


Tidak ada satu pun jenderal yang menulis buku biografi membahas soal petrus. Sebuah kejahatan negara atas bangsanya bisa lenyap dan tidak berbekas karena tidak ada yang mencoba menjelaskan apa yang terjadi, apalagi berani mempertanggungjawabkannya.


Preferensi kita sebagai rakyat dan bangsa demokratis menjadi luntur dalam oligarki militer yang menganggap negara bisa dikangkangi. Menjelang Pemilu 2009, kita menulis soal politik kartel militer yang terbukti kalau para jenderal sebagai ”manajer baru” tidak bisa memperbaiki Indonesia.


Berbagai peristiwa kriminal, dari perampokan hingga pencurian, mulai menggunakan senjata dan setiap saat menghabisi nyawa rakyat. Kalau dulu kita mempertanyakan posisi para jenderal sebagai manajer baru, sekarang para prajurit mencontoh para jenderal dengan cara mereka sendiri, pakai senjata.


Pembantaian di LP Cebongan adalah Petrus 2.0 yang berbeda motivasi. Tujuannya mengukuhkan kekejaman dan membuat takut rakyat sekaligus pelan-pelan menghancurkan bangsa ini dalam rangka membangun oligarki bersenjata menguatkan kartel militer. (René L Pattiradjawane)


Baca juga:
Indonesia dalam Keadaan Bahaya
Kata Presiden, Negara Tidak Boleh Kalah

Rumah Pertobatan Dinodai Lumuran Darah ...
Jiwa Korsa Lahirkan Dendam Gerombolan













Anda sedang membaca artikel tentang

Ciutkan Nyali Bangsa, Bangun Kartel Bersenjata

Dengan url

http://software-solutionsmart.blogspot.com/2013/04/ciutkan-nyali-bangsa-bangun-kartel.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Ciutkan Nyali Bangsa, Bangun Kartel Bersenjata

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Ciutkan Nyali Bangsa, Bangun Kartel Bersenjata

sebagai sumbernya

0 komentar:

Post a Comment

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger