Mengapa Perzinaan Diatur dalam KUHP

Written By Smart Solusion on Tuesday, April 2, 2013 | 8:17 PM



JAKARTA, KOMPAS.com - Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru diserahkan Pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat mengandung sejumlah pasal kontroversial. Salah satunya, Pasal 483 yang mengatur hukuman perzinaan, serta Pasal 485 mengenai kumpul kebo, atau pasangan tanpa ikatan perkawinan yang hidup bersama.


Pasal 483 ayat 1 menyebutkan, dipidana karena zina dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Sedangkan Pasal 485 mengatakan, setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami-istri di luar perkawinan yang sah, dipidana pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.



Lantas, mengapa pasal mengenai perzinaan ini diatur dalam KUHP? Apakah memang perlu pemerintah memidanakan perzinaan dan kumpul kebo?


Pengajar hukum pidana Universitas Indonesia Ganjar L Bondan dalam diskusi media soal RUU KUHP dan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang digelar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Selasa (4/2/2013), menilai, masalah perzinaan perlu diatur dalam KUHP. Masalah ini, katanya, dapat menganggu ketertiban umum.


Oleh karena itulah, pelaku perzinaan sedianya bisa dipidana jika ada aduan dari pihak yang dirugikan (delik aduan). Ganjar juga mengatakan, dalam menyusun suatu undang-undang, pemerintah perlu memerhatikan apa yang menjadi norma dalam masyarakat. “Ada norma adat, kebiasaan, agama,” tambahnya.


Menurut Ganjar, tidak ada agama di Indonesia yang memperbolehkan perzinaan. Norma yang mengakar di masyarakat pun, lanjutnya, menganggap perzinaan itu sebagai suatu hal yang tidak pantas dan tercela. “Kita tahu itu suatu hal yang tidak pantas, makanya tidak ada orang yang bercerita kemana-mana setelah dia melakukan perzinaan karena itu perbuatan tercela,” kata Ganjar.


Memang, lanjut Ganjar, hukum di Belanda yang menjadi rujukan hukum di Indonesia, menghargai individualisme. Namun, menurutnya, pengertian individualism di negara barat itu merupakan penghargaan terhadap milik orang lain. “Yang sudah ada ikatan (perkawinan), jangan diganggu. Bukan tidak peduli dengan apa yang dilakukan orang lain,” ujarnya.


Praktisi hukum yang juga mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Chandra M Hamzah mengungkapkan hal senada. Menurut Chandra, asal-muasal pemindaan terhadap pelaku zina ini merujuk norma masyarakat Belanda dahulu kala.


Menurut KUHP versi Belanda, katanya, seseorang yang melakukan perzinaan atau berselingkuh itu perlu dipidana karena dianggap melanggar janji nikahnya. “Itu dulu, mereka hidup di suasana Kristen, Belanda ya, ikatan pernikahan itu hanya kematian yang bisa memisahkan. Jadi itu dianggap mengingkari janji nikahnya, dihukumlah, makanya itu jadi delik aduan. Kira-kira begitulah latar belakangnya,” ujar Chandra.


Namun saat ini, menurut Chandra, perlu tidaknya pemidanaan terhadap pelaku perzinaan, tergantung dari hasil perdebatan di masyarakat terkait dengan rancangan KUHP ini. Para anggota Dewan diharapkan mampu menangkap keinginan masyarakat saat membahas rancangan KUHP tersebut.












Anda sedang membaca artikel tentang

Mengapa Perzinaan Diatur dalam KUHP

Dengan url

http://software-solutionsmart.blogspot.com/2013/04/mengapa-perzinaan-diatur-dalam-kuhp.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Mengapa Perzinaan Diatur dalam KUHP

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Mengapa Perzinaan Diatur dalam KUHP

sebagai sumbernya

0 komentar:

Post a Comment

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger